Kalbar  

Izin Usaha Pelabuhan Mati, Pertamina Pura-pura Bingung, KSOP Pontianak Memaklumi

FAKTA IKN – Puluhan perusahaan swasta mati perizinan, parahnya Izin Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Pertamina Kalbar di Depo Jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara telah mati sejak Oktober 2023. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai manajemen perizinan Pertamina.

Sikap Pertamina berlagak bingung dan terkesan mengabaikan perpanjangan izin ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan mengenai kepatuhan mereka terhadap regulasi yang berlaku.

Syaiful Awal, SR Support Pertamina, dalam wawancara eksklusif menunjukkan ketidakpastian dan kurangnya informasi mengenai alasan tidak diperpanjangnya izin pelabuhan tersebut. “Mohon dikonfirmasi ulang ya, saya gak terlalu paham detail, kenapa ini gak diperpanjang harus dikonfirmasi ulang,” ujarnya. Pernyataan ini mengindikasikan adanya ketidakjelasan dalam manajemen perizinan di tubuh Pertamina.

Sikap ini semakin diperjelas dengan pengakuan Syaiful yang tidak mengetahui pelabuhan mana yang habis masa izinya. “Gak paham sih, soalnya gak tahu juga pelabuhan mana yang habis kontrak, gak dikasih info,” katanya. Hal ini menunjukkan adanya kurangnya koordinasi dan komunikasi internal di tubuh Pertamina, yang berpotensi mengganggu kelancaran operasional perusahaan.

Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), yang bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan lalu lintas pelayaran, memberikan pernyataan yang secara tidak langsung membenarkan bahwa izin Pertamina sudah mati sejak lama.

Herry Iskandar, Kepala Subbagian Umum dan Humas KSOP Kelas I Pontianak, menyatakan bahwa proses pengajuan izin baru sedang berjalan dan baru dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari KSOP. “Sekarang sedang pengajuan dan diproses dari situ kalau terlambat. Berarti ya terlambat kan,” ujar Herry. Ia juga menambahkan, “Biasanya Pertamina mengajukan sebelum masa berlaku habis. Namun, saya juga memaklumi karena mereka juga punya berbagai macam kegiatan.”

Pernyataan ini menimbulkan kecurigaan mengenai alasan dibalik keterlambatan yang signifikan ini. Seharusnya, persoalan perizinan menjadi prioritas utama yang diantisipasi jauh sebelum masa berlakunya habis. Setiap perusahaan wajib memperkirakan dan mengatur waktu proses pengajuan perpanjangan izin baru agar tidak terjadi keterlambatan. Jika izin sudah mati sejak Oktober 2023, mengapa perpanjangan atau pengajuan izin baru memerlukan waktu yang begitu lama?

Apakah ada faktor lain yang menghambat proses ini, atau apakah ini menunjukkan sikap acuh tak acuh dari Pertamina terhadap kepatuhan regulasi? Mengingat pentingnya operasional pelabuhan untuk distribusi BBM di Kalbar, keterlambatan ini sangat tidak bisa diterima.

Herry juga menyatakan bahwa “Pertamina memerbarui izin setelah mendapatkan rekomendasi dari KSOP.” Namun, ini justru menguatkan kesan bahwa Pertamina tidak serius dalam mengurus izin operasional yang seharusnya menjadi prioritas utama.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai manajemen perizinan dan operasional Pertamina di Kalbar. Apakah Pertamina benar-benar memprioritaskan kepatuhan regulasi dan keamanan operasional, atau hanya sekadar mempertimbangkan efisiensi biaya? Pertanyaan ini masih membutuhkan jawaban yang jelas dan tegas dari pihak terkait. Kepastian ini sangat penting untuk memastikan bahwa Pertamina beroperasi sesuai dengan standar yang ditetapkan dan tidak mengesampingkan kepentingan publik.

Dengan adanya berbagai pernyataan ini, masih banyak hal yang perlu dijelaskan oleh Pertamina dan KSOP untuk memastikan bahwa operasional pelabuhan di Kalbar berjalan sesuai dengan regulasi dan tidak mengganggu distribusi BBM yang vital bagi masyarakat.(ro)