NASIONAL – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengungkapkan adanya dugaan perjanjian co-investment antara Google dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam proyek pengadaan laptop Chromebook. Proyek ini dilaksanakan selama masa kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa perjanjian tersebut merupakan bagian dari pembahasan rencana digitalisasi pendidikan nasional. Diskusi ini, menurutnya, telah dimulai sejak awal Nadiem Makarim menjabat sebagai menteri.
“Pada bulan Februari dan April 2020, NAM bertemu dengan pihak Google yaitu WKM dan PRA membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbudristek,” ungkap Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/7).
Pertemuan awal antara Menteri Nadiem Makarim dan pihak Google kemudian ditindaklanjuti oleh Jurist Tan, yang saat itu menjabat sebagai Staf Khusus Mendikbudristek. Jurist Tan bertemu dengan perwakilan Google untuk membahas secara teknis pengadaan laptop Chromebook yang akan menggunakan sistem operasi Chrome OS.
Dalam proses pembahasan tersebut, terungkap adanya rencana co-investment sebesar 30 persen dari total nilai proyek yang akan disediakan oleh Google.
“Tersangka JT menyampaikan co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek apabila pengadaan TIK Tahun 2020 sampai dengan 2022 menggunakan Chrome OS,” jelas Qohar.
Informasi mengenai co-investment ini terungkap dalam rapat resmi yang turut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi Kemendikbudristek, termasuk Sekretaris Jenderal Hamid Muhammad, Direktur SMP periode 2020–2021 Mulyatsyah, dan Direktur SD periode 2020–2021 Sri Wahyuningsih.
Proyek pengadaan laptop Chromebook ini merupakan bagian integral dari Program Digitalisasi Pendidikan yang berlangsung dari tahun 2019 hingga 2022. Sebanyak 1,2 juta unit laptop dibeli dengan total anggaran mencapai Rp9,3 triliun. Laptop-laptop ini direncanakan untuk didistribusikan ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, termasuk wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Namun, kebijakan pengadaan Chromebook ini menuai kritik karena dinilai kurang efektif, terutama di wilayah 3T yang masih menghadapi kendala jaringan internet yang memadai.
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Mulyatsyah (mantan Direktur SMP 2020–2021), Sri Wahyuningsih (mantan Direktur SD 2020–2021), Jurist Tan (mantan staf khusus Mendikbudristek), dan Ibrahim Arief (mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek).
Akibat dugaan tindak pidana korupsi ini, negara disebut mengalami kerugian finansial yang sangat besar, mencapai Rp1,98 triliun. Angka kerugian tersebut terdiri dari Rp480 miliar yang diakibatkan oleh software yang tidak layak pakai (CDM), serta mark up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun.