Kalbar  

Pokir DPRD Kalbar Miliaran Rupiah Hanya Untuk Proyek Kajian di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalbar, Dinilai Tak Jelas Manfaatnya

Ilustrasi - Gedung DPRD, Alokasi Pokir Thomas Alexander Rp6 Miliar di Dinas TPH Kalbar untuk 7 paket kajian dinilai janggal. GN-PK Kalbar desak diusut dan akan laporkan ke Aparat Hukum. (Dok. Ist)

Faktaikn.id, PONTIANAK – Alokasi Pokir DPRD Kalbar yang diduga milik anggota DPRD Kalimantan Barat, Thomas Alexander, untuk kegiatan kajian dan penelitian bidang pertanian mencapai total Rp6 miliar. Seluruh paket tersebut tercatat di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Provinsi Kalbar dan hanya berbentuk studi, kajian, serta pemetaan yang tersebar di sejumlah kabupaten, bahkan terdistribusi di luar daerah pemilihan (Dapil) Thomas Alexander.

Berdasarkan data yang diperoleh Fakta Kalbar, terdapat tujuh paket kegiatan dengan rincian sebagai berikut:

  1. Kajian dan identifikasi potensi pengembangan optimalisasi lahan pertanian rawa tadah hujan Provinsi Kalbar di Kabupaten Sambas – Rp500 juta
  2. Kajian dan identifikasi potensi pengembangan optimalisasi lahan pertanian rawa tadah hujan Provinsi Kalbar di Kabupaten Kubu Raya – Rp500 juta
  3. Studi dan pemetaan distribusi sumber daya petugas, diperlukan adanya penyuluh pertanian lapangan dalam mengoptimalkan kinerja pembinaan kelompok tani di Kabupaten Ketapang – Rp2 miliar
  4. Studi dan pemetaan distribusi sumber daya petugas, diperlukan adanya penyuluh pertanian lapangan dalam mengoptimalkan kinerja pembinaan kelompok tani di Kabupaten Ketapang – Rp500 juta
  5. Kajian kawasan pertanian berkelanjutan (KP2B) di Kabupaten Ketapang – Rp500 juta
  6. Kajian pengembangan model monitoring dan evaluasi hasil produksi tanaman pangan di Kabupaten Kayong Utara – Rp500 juta
  7. Kajian pengembangan model monitoring dan evaluasi hasil produksi tanaman pangan di Kabupaten Ketapang – Rp500 juta
  8. Kajian dan Identifikasi Potensi Pengembangan dan Optimalisasi Lahan Pertanian Rawa Tadah, di Kayong Utara, Provinsi Kalbar Rp500 Juta
  9. Kajian dan Identifikasi Potensi Pengembangan dan Optimalisasi Lahan Pertanian Rawa Tadah, di Ketapang, Provinsi Kalbar Rp500 Juta

Total nilai dari sembilan paket tersebut mencapai Rp6 miliar dan bersumber dari APBD Provinsi Kalimantan Barat.

Namun hingga kini, tidak ada informasi terbuka yang menjelaskan di mana hasil kajian-kajian tersebut dapat diakses atau dilihat publik. Laporan akhir, rekomendasi teknis, maupun dokumen output yang seharusnya menjadi produk utama kegiatan tersebut tidak ditemukan dalam kanal informasi resmi pemerintah daerah maupun laman instansi terkait.

Padahal, seluruh kegiatan tersebut menggunakan dana publik dan semestinya menghasilkan dokumen yang bisa dimanfaatkan petani, pemerintah daerah, maupun masyarakat luas sebagai dasar perbaikan kebijakan pertanian. bukan sekadar menjadi tumpukan dokumen internal yang tertutup.

Fakta Kalbar telah mendatangi Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalbar dan meninggalkan nomor kontak untuk dihubungi, Jumat (21/11).

Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada penjelasan atau klarifikasi resmi terkait hasil, distribusi, maupun manfaat nyata dari tujuh paket kajian tersebut.

Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GN-PK) Kalbar, M. Rifal, menilai pengeluaran anggaran miliaran rupiah untuk kegiatan kajian wajib disertai transparansi penuh atas hasilnya.

“Kalau anggaran sampai Rp6 miliar hanya untuk kajian, maka hasilnya harus bisa dilihat dan dimanfaatkan masyarakat. Kalau tidak jelas di mana dokumennya, siapa yang menggunakannya, atau apa dampaknya, maka ini patut dipertanyakan secara serius,” kata Rifal.

Menurut Rifal, dana publik seharusnya digunakan untuk program yang berdampak langsung pada masyarakat, bukan diarahkan pada kegiatan administratif yang manfaatnya tidak terlihat di lapangan.

“Padahal kita masih melihat banyak jalan rusak di berbagai daerah. Di media sosial, masyarakat sampai kesusahan membawa orang sakit karena kondisi jalan yang sangat memprihatinkan. Tapi anggaran miliaran justru habis untuk kajian yang tidak jelas di mana hasilnya dan siapa yang merasakannya,” ujar Rifal kepada Fakta Kalbar.

Ia menilai pola pengelolaan anggaran Pokir seperti ini sudah berada pada titik yang mengkhawatirkan.

“Anggaran-anggaran Pokir seperti ini sudah keterlaluan. Data-data yang kami lihat akan kami laporkan ke pihak berwenang supaya diusut. Di provinsi lain, pola serupa sudah mulai dibongkar dan ternyata bermasalah. Jangan sampai Kalbar ikut menjadi ladang pemborosan uang rakyat,” tegasnya.

Di tengah masih banyaknya persoalan infrastruktur dasar, khususnya jalan rusak yang menghambat akses ekonomi dan pelayanan kesehatan masyarakat, penggunaan anggaran besar untuk kajian yang tidak transparan dan tidak jelas keberadaannya menunjukkan lemahnya akuntabilitas dalam pengelolaan dana aspirasi.

Pola semacam ini membuka ruang terjadinya potensi penyimpangan dan korupsi APBD yang pada akhirnya lebih menguntungkan oknum-oknum pejabat tertentu, ketimbang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.

Fakta Kalbar akan terus menelusuri keberadaan hasil pekerjaan tersebut dan membuka ruang klarifikasi bagi pihak-pihak terkait demi memastikan penggunaan APBD berjalan transparan dan bertanggung jawab.

(*Dhn)